Sabtu, 24 November 2012

Manfaat dan Fadilah Mencari Ilmu


  1. Yang asalnya tidak tahu bisa menjadi tahu ( menghilangkan kebodohan )
  2. Dengan datangnya ke tempat ilmu bisa bertambah sahabat dan saudara juga rezeqi
  3. Adapun mengenai fadilah diantaranya :



Dimohonkan ampun dosanya oleh semua makhluk



عَنْ أَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :  قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَإِنَّ طَالِبَ اْلعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْ حَتَّى ألْحِيْتَانَ فِي الْبَحْرِ ( رواه ابن عبد الرّحْمَن)


   ِArtinya,“Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda: menuntut ilmu itu  wajib atas setiap orang Islam, karena sesungguhnya semua (makhluk) sampai binatang-binatang yang ada di laut memohonkan ampun untuk orang yang menuntut ilmu”. (H.R. Ibnu Abdurrahman)



Dimudahkan jalan masuk surga



عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ”. (رواه مسلم)


Artinya, “Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: Barang siapa yang menempuh perjalanan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga”. (H.R. Muslim)



Digolongkan sebagai orang yang jihad fi sabilillah



مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ الله حَتَّى يَرْجِعَ ( رَوَاهُ التِّرْمِذِي )


Artinya,” Siapa yang keluar (dari rumah) dalam (keadaan) menuntut ilmu, maka ia itu termasuk fi sabilillah sampai ia kembali/pulang.” (HR. Turmudzi)

Kamis, 15 November 2012

Nadlom Dalam Bahasa Indonesia


Syahadat harus berbuah
Ma’rifat, syukur, mahabbah
Berjuang terus jangan pecah
Hati ikhlas jangan rubah

Syahadatnya dikuatkan
Tolab ilmu, baca quran
Banyak ingat pada tuhan
Melawan nafsu dan syetan

Shalat harus bermanfaat
Munajat, ta’awun, taubat
Jauh segala maksi’at
Imamah sera barokah

Shalat harus diperkuat
Awal waktu berjamaat
Munajat, khusyu dan khidmat
Lengkapkan fardu dan sunnat

Zakat harus terbukti
Yang nisab cepat zakati
Belum nisab pun dititi
Dua setengah persen beri

Infaq seribu hidupkan
Harian, minggu, bulanan
Urus penuh kejujuran
Jangan timbul keraguan

Shaum harus berfaidah
Sabar, tahammul dan qurbah
Hidup busul dan barokah
Islam kuat sangat gagah

Shaum ramadhan sempurnakan
Tarawih, tilawah quran
Qiyamul lail dilakukan
Zakat fitri dilaksanakan

Senin, kamis laksanakan
Bayad, arfah dilakukan
Syawal, daud, kesucian
Pintu langit dibukakan

Haji pun harus berbuah
Tausyi’ul fikri, imamah
Ta’awun, wihdatul ummah
Silaturahmi, berkah

Haji terus ditingkatkan
Diperluasnya wawasan
Rukun yang empat buktikan
Nyatakan kepeloporan

                      Karya : K.H. Zezen Zainal Abidin Baazul Asyhab

Sholat Isti'adah

Sholat ini termasuk ke dalam sholat sunat  yang tidak disunatkan berjama'ah. Isti'adah artinya memohon perlindungan kepada Alloh akan martabanya.

Waktunya :
Sewaktu dengan sholat sunat Isyroq (Ba'da ISyroq)

Banyaknya :
Dua raka'at

Niatnya :
Usholli sunnatan isti'adzatan rok'ataini lillahita'ala. Allohu Akbar.
artinya : Aku niat sholat sunat Isti'adah dua raka'at karena Alloh ta'ala. Allohu Akbar

Surat Yang Dibaca
Surat - surat yang sebaiknya dibaca adalah :
Raka'at pertama ba'da Fatihah, surat Al Falaq 1 x
Raka'at kedua ba'da Fatihah, Surat Annd 1x



Rabu, 14 November 2012

Sholat sunat Isyroq

Sholat Sunat Isyroq ini termasuk ke dalam Sholat Sunat yang tidak disunatkan berjama'ah. Isyroq artinya terbuka atau terbit. Dan Sholat ini merupakan sebagian dari sunat Nabi Muhammad dan tabaruk kepada para Auliya Alloh.

Waktunya :
sesudah Matahari terbit satu jengkal tingginya sampai naik sepenggalah, kira-kira jam 6.00 sampai jam 6.30.WIB.

Banyaknya :
2 raka'at, 4 raka'at, 6 raka'at

Niatnya :
Artinya : Aku Niat Sholat Sunat Isyroq 2 raka'at karena Alloh ta'ala. Allohu Akbar

Surat Yang Dibaca :
Raka'at awal ba'da Fatihah, Annur 35 atau Surat Alkafirun
Raka'at kedua ba'da Fatihah, Annur 36-38 atau Surat Al-Ikhlas 

Sholat Tahiyatul Masjid


Sholat Tahiyat Masjid (bahasa Arab: تحية المسجد) adalah Sholat sunah dua rakaat yang dilakukan ketika seorang muslim memasuki masjid.

Niat Sholat

Niat Sholat ini, sebagaimana juga Sholat-Sholat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah dengan hikmah bijaksana.

Hadits terkait

Hadis Rasulullah SAW terkait Sholat tahiyyatul masjid antara lain :
“Apabila seseorang di antara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum Sholat dua rakaat lebih dahulu” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Sholat Muthlaq


Sholat Sunnat Mutlaq adalah Sholat sunnat yang dapat dilakukan tanpa memerlukan sebab tertentu dan kapan saja kecuali waktu-waktu yang diharamkan untuk mengerjakan Sholat (lihat pada Sholat sunnat). Jumlah rakaatnya tidak terbatas dan dilakukan dengan seri 2 raka'at.

Niat Sholat

Niat Sholat ini, sebagaimana juga Sholat-Sholat yang lain cukup diucapkan di dalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan Ridho Nya, apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah dengan hikmah bijaksana.

Sholat Syukrul Wudlu


Sholat Syukrul Wudlu atau Tahiyat Wudu adalah Sholat sunah yang dilakukan seusai berwudu. Jumlah rakaat Sholat Tahiyat Wudu adalah dua rakaat dan

Niat Sholat

Niat Sholat ini, sebagaimana juga Sholat-Sholat yang lain cukup diucapkan di dalam hati.

Sholat Gerhana


Sholat Gerhana atau Sholat kusufain adalah Sholat yang dilakukan saat terjadi gerhana bulan maupun matahari. Sholat yang dilakukan saat gerhana bulan disebut dengan Sholat khusuf sedangkan saat gerhana Matahari disebut dengan Sholat kusuf.

Latar belakang

Hadis yang mendasari dilakukannya Sholat gerhana ialah:
"Telah terjadi gerhana Matahari pada hari wafatnya Ibrahim putra Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Berkatalah manusia: Telah terjadi gerhana Matahari karana wafatnya Ibrahim. Maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam "Bahwasanya Matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Allah mempertakutkan hamba-hambaNya dengan keduanya. Matahari gerhana, bukanlah kerana matinya seseorang atau lahirnya. Maka apabila kamu melihat yang demikian, maka hendaklah kamu Sholat dan berdoa sehingga selesai gerhana." (HR. Bukhari & Muslim).

Niat Sholat

Niat Sholat ini, sebagaimana juga Sholat-Sholat yang lain cukup diucapkan di dalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan Ridho Nya, apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah dengan hikmah bijaksana.

Tata Cara

Sholat gerhana dilakukan dua rakaat dengan 4 kali rukuk yaitu pada rakaat pertama, setelah rukuk dan Iktidal membaca Al Fatihah lagi kemudian rukuk dan iktidal kembali setelah itu sujud sebagaimana biasa. Begitu pula pada rakaat kedua.

Bacaan Al-Fatihah pada Sholat gerhana bulan dinyaringkan sedangkan pada gerhana Matahari tidak. Dalam membaca surat yang sunnat pada tiap rakaat, disunnatkan membaca yang panjang. Hukum Sholat gerhana adalah sunnat muakkad berdasarkan hadis Aisyah Radhiallaahu anha. Nabi dan para shahabat melakukan di masjid dengan tanpa adzan dan ikamah.

Tata cara Sholat gerhana adalah sebagai berikut:
  1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau Matahari terlebih dahulu. (Sebagai panduan lihat di rubrik IPTEK)
  2. Sholat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
  3. Sebelum Sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”Ash-shalatu jaami’ah.”
  4. Niat melakukan Sholat gerhana Matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum.أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
  5. Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
  6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
  7. Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surah kembali
  8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surah kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin (36) dan ar-Rahman (55), lalu rakaat kedua membaca al-Waqiah (56) dan al-Mulk (78)
  9. Setelah Sholat disunahkan untuk berkhutbah.

Menurut Habib Munzir bin Fuad Al Musawwa, panduan singkat mengenai Sholat gerhana caranya adalah ada tiga cara :
  1. yang termudah adalah dengan dua rakaat sebagaimana Sholat subuh.
  2. dua rakaat, dan setiap rakaat adalah dengan dua rukuk dan dua kali qiyam, urutannya adalah :Takbiratul ihram, lalu Qiyam, fatihah, surah, rukuk, lalu Qiyam lagi, fatihah surat, rukuk, lalu iktidal, lalu sujud, duduk sujud. lalu bangkit ke rakaat kedua dengan hal yang sama.
  3. dua rakaat sebagaimana poin kedua diatas, namun dipanjangkan, lalu diakhiri dengan dua khutbah selepas Sholat

Sholat Sunat Ghoir Muakad Ghoir Rowatib



Ghairu Ghoir Muakad Ghoir Rowatib, adalah Sholat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat. Sholat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan ) seperti :

  1. Sholat kusuf atau khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana
  2. Sholat Tahiyatul Wudhu
  3. Sholat Istikharah
  4. Sholat Mutlaq
  5. Sholat Dhuha
  6. Sholat Tahiyatul Masjid
  7. Sholat Tahajud
  8. Sholat Hajat
  9. Sholat Awwabin
  10. Sholat Tasbih
  11. Sholat Taubat
  12. dys


Sholat Sunat Rowatib


Shalat Rawatib adalah shalat sunnat yang dilakukan sebelum atau sesudah shalat lima waktu. Shalat yang dilakukan sebelumnya disebut shalat qabliyah, sedangkan yang dilakukan sesudahnya disebut shalat ba'diyah.

Sunnat Rowatib Muakkad dan sunnat Rowatib Ghoiru Muakkad

Sholat sunnat rawatib ini terbagi kepada dua bagian, yaitu sunnat muakkad dan sunnat ghairu muakkad. Shalat sunnat rawatib muakkad amat besar kemuliaannya dan dijanjikan ganjaran yang besar apabila menunaikannya. Shalat sunat rawatib ghairu muakkad kurang sedikit kemuliaannya berbanding dengan shalat sunat muakkad

Jumlah Raka'at

Jumlah raka'at shalat rawatib berbeda-beda tergantung shalat apa yang dia iringi dan kapan (sebelum/sesudahnya) dia dilaksanakan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada daftar berikut.

Sunnat muakkad

Shalat Lima Waktu Qabliyah Ba'diyah
Shubuh          2 raka'at -
Dzuhur          2 raka'at 2 raka'at
Ashar          - -
Maghrib          - 2 raka'at
Isya'                  - 2 raka'at

Sunnat ghoiru muakkad

Shalat Lima Waktu Qabliyah Ba'diyah
Shubuh          - -
Dzuhur          - -
Ashar          2 raka'at -
Maghrib            4 raka'at -
Isya'                  4 raka'at -

Niat Shalat

Niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain, niat tempatnya dihati, karena niat adalah pekerjaan hati, bukan pekerjaan mulut. Jadi, niat tidak perlu diucapkan, entah itu pelan ataupun keras

Sumber Hadits

Berikut adalah beberapa hadits tentang shalat rawatib:
Dari Aisyah r.a bahwa Nabi SAW bersabda :" Dua raka'at fajar (shalat sunnat yang dikerjakan sebelum shubuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya. " (HR Muslim)

Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha , ia berkata: "Aku telah men-dengar Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, Barangsiapa shalat dalam sehari semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu; empat rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebe-lum Sholat Subuh."” (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan shahih)

Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu dia berkata: "Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dua rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Jum’at, dua rakaat sesudah Maghrib dan dua rakaat sesudah Isya." (Muttafaq ‘alaih)

Dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu anhu , ia berkata: "Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , ‘Di antara dua adzan itu ada shalat, di antara dua adzan itu ada shalat, di antara dua adzan itu ada shalat. Kemudian pada ucapannya yang ketiga beliau menambahkan: ‘bagi yang mau". (Muttafaq ‘alaih)

Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Dhuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkannya dari api Neraka." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits ini hasan shahih)

Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda : "Semoga Allah memberi rahmat bagi orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan)

Sholat Sunat Thowaf

Sholat Sunnah Tawaf adalah Sholat sunnah dua rakaat yang dikerjakan setelah selesai mengerjakan tawaf. Sholat sunnah tawaf dilakukan di maqam Ibrahim.

Sholat Witir


Sholat Witir adalah Sholat sunah dengan rakaat ganjil yang dilakukan setelah melakukan Sholat lainnya di waktu malam (misal: tarawih dan tahajjud). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya Allah adalah witr (ganjil) dan mencintai witr [HR. Abu Daud]. Sholat ini dimaksudkan sebagai pemungkas waktu malam untuk "mengganjili" Sholat-Sholat yang genap. Karena itu, dianjurkan untuk menjadikannya akhir Sholat malam.

Hukum Sholat Witir

Sholat sunah witir adalah sunah muakad. Dasarnya adalah hadis
Abu Ayyub Al-Anshaari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Witir adalah hak atas setiap muslim. Barangsiapa yang suka berwitir tiga rakaat hendaknya ia melakukannya. Dan barangsiapa yang berwitir satu rakaat, hendaknya ia melakukannya”

Dari Ubay Bin Ka’ab, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi biasa membaca dalam shalat witir: Sabbihis marobbikal a’la (di raka'at pertama -red), kemudian di raka'at kedua: Qul yaa ayyuhal kaafiruun, dan pada raka'at ketiga: Qul huwallaahu ahad, dan beliau tidak salam kecuali di raka'at yang akhir.” (Hr. Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Penjelasan: Perkataan Ubay Bin Ka’ab, “dan beliau tidak salam kecuali di raka'at yang akhir”, jelas ini menunjukkan bahwa tiga raka'at shalat witir yang dikerjakan nabi itu dengan satu kali salam.

Aisyah radhiallahu ‘anha menerangkan tentang shalatnya Rasul di bulan Ramadhan,
“Rasul tidak pernah shalat malam lebih dari 11 raka'at, baik di bulan Ramadhan maupun diluar Ramadhan, yaitu beliau shalat 4 raka'at, maka jangan engkau tanya tentang bagus dan lama shalatnya, kemudian beliau shalat 4 raka'at lagi, maka jangan engkau tanya tentang bagus dan lama shalatnya, kemudian beliau shalat witir 3 raka'at.” (Hr. Bukhori 2/47, Muslim 2/166)

Demikian juga dengan hadits Ali Radhiyallahu ‘anhu ketika ia berkata : “Witir tidaklah wajib sebagaimana Sholat fardhu. Akan tetapi ia adalah sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Di antara yang menunjukkan bahwa witir termasuk sunah yang ditekankan (bukan wajib) adalah riwayat shahih dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa ia menceritakan :” Ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Nejed yang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rambut acak-acakan. Kami mendengar suaranya, tetapi kami tidak mengerti apa yang diucapkannya, sampai dekat, ternyata ia bertanya tentang Islam. Ia berkata “ Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku Sholat apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab: “Sholat yang lima waktu, kecuali engkau mau melakukan sunah tambahan”. Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku puasa apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab ; “Puasa di bulan Ramadan, kecuali bila engkau ingin menambahkan”. Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku zakat apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab : (menyebutkan beberapa bentuk zakat). Lelaki itu bertanya lagi : ‘Apakah ada kewajiban lain untuk diriku?” Beliau menjawab lagi : “Tidak, kecuali bila engkau mau menambahkan’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepadanya syariat-syariat Islam. Lalu lelaki itu berbalik pergi, sambil berujar : “Semoga Allah memuliakan dirimu. Aku tidak akan melakukan tambahan apa-apa, dan tidak akan mengurangi yang diwajibkan Allah kepadaku sedikitpun. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia akan beruntung, bila ia jujur, atau ia akan masuk Surga bila ia jujur”

Juga berdasarkan hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi pernah mengutus Muadz ke Yaman. Dalam perintahnya : “Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka Sholat lima waktu sehari semalam. Kedua hadits ini menunjukkan bahwa witir bukanlah wajib. Itulah madzhab mayoritas ulama. Sholat witir adalah sunnah yang ditekankan sekali. Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan Sholat sunnah witir dengan sunnah Shubuh ketika bermukim atau ketika bepergian.

Keutamaan Sholat Witir

Witir memiliki banyak sekali keutamaan, berdasarkan hadits Kharijah bin Hudzafah Al-Adwi. Ia menceritakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami. Beliau bersabda
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu Sholat, yang Sholat itu lebih baik untuk dirimu dari pada unta yang merah, yakni Sholat witir. Waktu pelaksanaannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbit Fajar” 

Di antara dalil yang menujukkan keutamaan dan sekaligus di sunnahkannya Sholat witir adalah hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa menceritakan :”Rasulullah pernah berwitir, kemudian bersabda : “Wahai ahli Qur’an lakukanlah Sholat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil”

Rakaat Sholat

Sholat witir dapat dilaksanakan satu, tiga, lima rakaat atau jumlah lain yang ganjil langsung dengan sekali salam. tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa Sholat witir dilaksanakan dengan satu kali salam tiap dua rakaat dan terakhir satu kali salam satu rakaat. sebagai contoh apabila Sholat witir satu rakaat saja maka satu rakaat satu kali salam. apabila Sholat witir tiga rakaat maka dilaksanakan dua rakaat satu kali salam di tambah satu rakaat satu kali salam. apabila Sholat witir lima rakaat maka dilaksanakan empat rakaat dua kali salam ditambah satu rakaat satu kali salam.apabila Sholat witir tujuh rakaat maka dilaksanan enam rakaat tiga kali salam ditambah satu rakaat satu kali salam.

Niat Sholat

Niat Sholat ini, sebagaimana juga Sholat-Sholat yang lain cukup diucapkan di dalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan Ridho Nya, apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah dengan hikmah bijaksana.

Doa sesudah Sholat witir

Allahumma innaa nas’aluka iimaanan daa’iman. Wa nas’aluka qalban khaasyi’an wa nas’aluka ‘ilman naafi’an. Wa nas’aluka yaqiinan shaadiqan. Wa nas’aluka ‘amalan shaalihan. Wa nas’aluka dinan qayyiman. Wa nas’aluka khairan katsiiran. Wa nas’alukal-‘afwa wal-‘aafiyah. Wa nas’aluka tamaamal-‘aafiyah. Wa nas’alukasy-syukra ‘alal-‘aafiyati wa nas’alukal-ghinaa’a ‘anin-naas. Allahumma rabbanaa taqabbal minnaa shalaatanaa wa shiyaamanaa wa qiyaamanaa wa takhasysyu’anaa wa tadharru’anaa wa ta’abbudanaa wa tammim taqshiiranaa yaa Allaah ya Allaah ya Allaah ya arhamar-raahimiin. Wa shallallahu ‘alaa khairi khalqihi Muhammadin wa a’alaa aalihi wa shahbihii ajma’iina walhamdulillahi rabbil-‘aalamiin.

Artinya: “Ya Allah ya Tuhan kami, kami memohon kepada-Mu (mohon diberi) iman yang langgeng, dan kami mohon kepada-Mu hati kami yang khusyuk, dan kami mohon kepada-Mu diberi-Nya ilmu yang bermanfaat, dan kami mohon ditetapkannya keyakinan yang benar, dan kami mohon (dapat melaksanakan) amal yang shaleh, dan kami mohon tetap dalam dalam agama Islam, dan kami mohon diberinya kebaikan yang melimpah-limpah, dan kami mohon memperoleh ampunan dan kesehatan, dan kami mohon kesehatan yang sempurna, dan kami mohon mensyukuri atas kesehatan kami, dan kami mohon kecukupan. Ya Allah, Ya Tuhan kami, terimalah Sholat kami, puasa kami, rukuk kami, dan khusyuk kami dan pengabdian kami, dan sempurnakanlah apa yang kami lakukan selama Sholat ya Allah, ya Allah, ya Allah Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang.”

Waktu Pelaksanaan

Sholat Witir dilakukan pada malam hari setelah Sholat-Sholat yang lain. Ia harus berfungsi sebagai Sholat penutup. Apabila seseorang berkehendak untuk Sholat tahajjud pada malam hari, maka sebaiknya ia tidak menunaikan Sholat witir menjelang tidur, tapi melaksanakannya setelah Sholat tahajjud. Namun jika ia tidak bermaksud demikian, maka sebelum tidur, ia dianjurkan untuk menunaikannya.

Hadis terkait

Hadis terkait Sholat witir:
"Sesungguhnya Allah adalah witr (ganjil) dan mincintai witr" [HR. Abu Daud]
"Jadikanlah witir akhir Sholat kalian di waktu malam". [HR. Bukhari]
"Barang siapa takut tidak bangun di akhir malam, maka witirlah pada awal malam, dan barang siapa berkeinginan untuk bangun di akhir malam, maka witirlah di akhir malam, karena sesungguhnya Sholat pada akhir malam masyhudah (disaksikan)" [HR. Muslim]

Sholat Sunat 2 Hari Raya


Sholat Sunat 2 Hari Raya (Sholat Id) adalah ibadah Sholat sunah yang dilakukan setiap hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sholat Id termasuk dalam Sholat sunah muakkad, artinya Sholat ini walaupun bersifat sunah namun sangat penting sehingga sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya.

Niat Sholat

Niat Sholat ini, sebagaimana juga Sholat-Sholat yang lain cukup diucapkan di dalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan Ridho Nya.

Waktu dan tata cara pelaksanaan

Waktu Sholat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat, rukun dan sunahnya sama seperti Sholat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunah sebagai berikut :

  1. Berjamaah
  2. Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
  3. Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
  4. Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
  5. Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat A’la dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
  6. Imam menyaringkan bacaannya.
  7. Khutbah dua kali setelah Sholat sebagaimana khutbah jum’at
  8. Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum – hukum Qurban.
  9. Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
  10. Makan terlebih dahulu pada Sholat Idul Fitri pada Sholat Idul Adha sebaliknya.


Hadits berkenaan

Diriwayatkan dari Abu Said, ia berkata : Adalah Nabi SAW. pada hari raya idul fitri dan idul adha keluar ke mushalla (padang untuk Sholat), maka pertama yang beliau kerjakan adalah Sholat, kemudian setelah selesai beliau berdiri menghadap kepada manusia sedang manusia masih duduk tertib pada shaf mereka, lalu beliau memberi nasihat dan wasiat (khutbah) apabila beliau hendak mengutus tentara atau ingin memerintahkan sesuatu yang telah beliau putuskan,beliau perintahkan setelah selesai beliau pergi. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim)

Telah berkata Jaabir ra: Saya menyaksikan Sholat Id bersama Nabi saw. beliau memulai Sholat sebelum khutbah tanpa adzan dan tanpa iqamah, setelah selesai beliau berdiri bertekan atas Bilal, lalu memerintahkan manusia supaya bertaqwa kepada Allah, mendorong mereka untuk taat, menasihati manusia dan memperingatkan mereka, setelah selesai beliau turun mendatangai shaf wanita dan selanjutnya beliau memperingatkan mereka. (H.R : Muslim)

Diriwayatkan dari Ummu 'Atiyah ra. ia berkata : Rasulullah SAW. memerintahkan kami keluar pada 'idul fitri dan 'idul adhha semua gadis-gadis, wanita-wanita yang haid, wanita-wanita yang tinggal dalam kamarnya. Adapun wanita yang sedang haid mengasingkan diri dari mushalla tempat Sholat Id, mereka menyaksikan kebaikan dan mendengarkan da'wah kaum muslimin (mendengarkan khutbah). Saya berkata : Yaa Rasulullah bagaimana dengan kami yang tidak mempunyai jilbab? Beliau bersabda : Supaya saudaranya meminjamkan kepadanya dari jilbabnya. (H.R : Jama'ah)

Diriwayatkan dariAnas bin Malik ra. ia berkata : Adalah Nabi SAW. Tidak berangkat menuju mushalla kecuali beliau memakan beberapa biji kurma, dan beliau memakannya dalam jumlah bilangan ganjil. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim)

Diriwayatkan dari Zaid bin Arqom ra. ia berkata : Nabi SAW. Mendirikan Sholat Id, kemudian beliau memberikan ruhkshah / kemudahan dalam menunaikan Sholat Jumat, kemudian beliau bersabda : Barang siapa yang mau Sholat jumat, maka kerjakanlah. (H.R : Imam yang lima kecuali At-Tirmidzi)

Diriwayatkan dari Amru bin Syu'aib, dari ayahnya, dari neneknya, ia berkata : Sesungguhnya Nabi SAW. bertakbir pada Sholat Id dua belas kali takbir. dalam raka'at pertama tujuh kali takbir dan pada raka'at yang kedua lima kali takbir dan tidak Sholat sunnah sebelumnya dan juga sesudahnya. (H.R : Amad dan Ibnu Majah)

Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud ra. bertakbir pada hari-hari tasyriq dengan lafadz sbb (artinya) : Allah maha besar, Allah maha besar, tidak ada Illah melainkan Allah dan Allah maha besar, Allah maha besar dan bagiNya segala puji. (H.R Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih)

Diriwayatkan dari Abi Umair bin Anas, diriwayatkan dari seorang pamannya dari golongan Anshar, ia berkata : Mereka berkata : Karena tertutup awan maka tidak terlihat oleh kami hilal syawal, maka pada pagi harinya kami masih tetap shaum, kemudian datanglah satu kafilah berkendaraan di akhir siang, mereka bersaksi dihadapan Rasulullah saw.bahwa mereka kemarin melihat hilal. Maka Rasulullah SAW. memerintahkan semua manusia (ummat Islam) agar berbuka pada hari itu dan keluar menunaikan Sholat Id pada hari esoknya. (H.R : Lima kecuali At-Tirmidzi)

Diriwayatkan dari Azzuhri, ia berkata : Adalah manusia (para sahabat) bertakbir pada hari raya ketika mereka keluar dari rumah-rumah mereka menuju tempat Sholat Id sampai mereka tiba di musala (tempat Sholat Id) dan terus bertakbir sampai imam datang, apabila imam telah datang, mereka diam dan apabila imam ber takbir maka merekapun ikut bertakbir. (H.R: Ibnu Abi Syaibah)

Sholat Sunat


Sholat sunah atau Sholat nawafil (jamak: nafilah) adalah Sholat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah SWT yang begitu indah. Sholat sunah menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni:


  1. Muakad, adalah Sholat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti Sholat dua hari raya, Sholat sunah witr dan Sholat sunah thawaf.
  2. Ghairu Muakad, adalah Sholat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti Sholat sunah Rawatib dan Sholat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti Sholat kusuf atau khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).



Sholat Jamak dan Qoshor


Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan salat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan (safar).

Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia dibolehkan melakukan salat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan salat dengan berbaring, bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat.

Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jama’) atau meringkas (qashar) salatnya. Menjamak salat berarti menggabungkan dua salat pada satu waktu yakni zuhur dengan asar atau maghrib dengan isya. Mengqasar salat berarti meringkas salat yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat

Safar (bahasa Arab سفر) secara harfiah berarti melakukan perjalanan. Orang yang melakukan safar disebut dengan musafir.

Salat Qashar adalah melakukan salat dengan meringkas/mengurangi jumlah raka'at salat yang bersangkutan. Salat Qashar merupakan keringanan yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun salat yang dapat diqashar adalah salat dzhuhur, ashar dan isya, dimana raka'at yang aslinya berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja.

Dalil Naqli Salat Qashar

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS an-Nisaa’ 101)

Dari ‘Aisyah ra berkata : “Awal diwajibkan salat adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat) bagi salat hadhar (tidak safar).” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari ‘Aisyah ra berkata: “Diwajibkan salat 2 rakaat kemudian Nabi hijrah, maka diwajibkan 4 rakaat dan dibiarkan salat safar seperti semula (2 rakaat).” (HR Bukhari) Dalam riwayat Imam Ahmad menambahkan : “Kecuali Maghrib, karena Maghrib adalah salat witir di siang hari dan salat Subuh agar memanjangkan bacaan di dua rakaat tersebut.”

Siapa Yang Diperbolehkan Salat Qashar

Salat qashar merupakan salah satu keringanan yang diberikan Allah. Salat qashar hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir). Dan diperbolehkan melaksanakannya bersama Salat Jamak

Jarak Qashar

Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh salat dengan mengqashar dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Beberapa hadits tentang jarak yang diijinkan untuk melakukan salat qashar :
Dari Yahya bin Yazid al-Hana?i berkata, saya bertanya pada Anas bin Malik tentang jarak salat Qashar. Anas menjawab: “Adalah Rasulullah SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau salat dua rakaat.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar salat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadits mauquf)
Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata: “Qashar salat dalam jarak perjalanan sehari semalam.”

Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar salat dan buka puasa pada perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.

Ibnu Abbas menjelaskan jarak minimal dibolehkannya qashar salat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5541 meter sehingga 16 Farsakh = 88,656 km. Dan begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Sedangkan hadits Ibnu Syaibah menunjukkan bahwa qashar salat adalah perjalanan sehari semalam. Dan ini adalah perjalanan kaki normal atau perjalanan unta normal. Dan setelah diukur ternyata jaraknya adalah sekitar 4 burd atau 16 farsakh atau 88,656 km. Dan pendapat inilah yang diyakini mayoritas ulama seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i dan imam Ahmad serta pengikut ketiga imam tadi.

Tentang masafah (jarak tempuh) yang seseorang dibolehkan mengqoshor shalat, Ibnu al-Mundzir menceriterakan, bahwa ada kurang lebih 20 pendapat ulama yang berbeda-beda tentang itu (lihat Fathul Bari/ Juz III/ hal. 473/ Bab tentang في كم يقصر الصلاة ؟

Lama Waktu Qashar

Jika seseorang musafir hendak masuk suatu kota atau daerah dan bertekad tinggal disana maka dia dapat melakukan qashar dan jama’ salat. Menurut pendapat imam Malik dan Asy-Syafi’i adalah 4 hari, selain hari masuk kota dan keluar kota. Sehingga jika sudah melewati 4 hari ia harus melakukan salat yang sempurna. Adapaun musafir yang tidak akan menetap maka ia senantiasa mengqashar salat selagi masih dalam keadaan safar.

Berkata Ibnul Qoyyim: “Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari mengqashar salat.” Disebutkan Ibnu Abbas dalam riwayat Bukhari: “Rasulullah SAW melaksanakan salat di sebagian safarnya 19 hari, salat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, salat dua rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami salat dengan sempurna.”

Adab Salat Qashar

Seorang musafir boleh berjamaah dengan Imam yang muqim (tidak musafir). Begitu juga ia boleh menjadi imam bagi makmum yang muqim. Kalau dia menjadi makmum pada imam yang muqim, maka ia harus mengikuti imam dengan melakukan salat Imam (tidak mengqashar). Tetapi kalau dia menjadi Imam maka boleh saja mengqashar salatnya, dan makmum menyempurnakan rakaat salatnya setelah imammya salam.

Untuk Musafir Yang Lebih Dari 4 Hari

Menurut Jumhur (mayoritas) ulama’ seorang musafir yang sudah menentukan lama musafirnya lebih dari empat hari maka ia tidak boleh mengqashar salatnya. Tetapi kalau waktunya empat hari atau kurang maka ia boleh mengqasharnya. Dan jika Seseorang mengalami ketidakpastian jumlah hari dia musafir boleh saja menjama’ dan mengqashar salatnya.

Adab Salat Sunnah Bagi Musafir

Sunah bagi musafir untuk tidak melakukan salat sunah rawatib (salat sunah sesudah dan sebelum salat wajib), Kecuali salat witir dan Tahajjud, karena Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melakukannya baik dalam keadaan musafir atau muqim. Dan begitu juga salat- salat sunah yang ada penyebabnya seperti salat Tahiyatul Masjid, salat gerhana, dan salat janazah.

Salat Jamak yaitu salat yg dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus dalam perjalanan)[1]. Adapun pasangan salat yang bisa dijamak adalah salat Dzuhur dengan Ashar atau salat Maghrib dengan Isya. Salat jamak dibedakan menjadi dua tipe yakni:

  1. Jama' Taqdim penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib)[2].
  2. Jama' Ta'khir penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada waktu salat Isya)


Syarat jamak takdim

Tertib. Apabila musafir akan melakukan jamak salat dengan jamak taqdim, maka dia harus mendahulukan salat yang punya waktu terlebih dahulu. Semisal musafir akan menjamak salat maghrib dengan shoalt isya', maka dia harus mengerjakan salat maghrib terlebih dahulu. Apabila yang dikerjakan terlebih dahulu adalah salat isya', maka salat salat isya'nya tidak sah. Dan apabila dia masih mau melakukan jamak, maka harus mengulangi salat isya'nya setelah salat maghrib.

Niat jamak pada waktu salat yang pertama. Apabila musafir mau melakukan salat jamak dengan jamak taqdim, maka diharuskan niat jamak pada waktu pelaksanaan salat yang pertama. Jadi, selagi musholli masih dalam salat yang pertama (asal sebelum salam), waktu niat jamak masih ada, namun yang lebih baik, niat jamak dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram.

Muwalah (bersegera). Antara kedua salat tidak ada selang waktu yang dianggap lama. Apabila dalam jamak terdapat pemisah (renggang waktu) yang dianggap lama, seperti melakukan salat sunah, maka musholli tidak dapat melakukan jamak dan harus mengakhirkan salat yang kedua serta mengerjakannya pada waktu yang semestinya.

Masih berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Orang yang menjamak salatnya harus berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Apabila sebelum melaksanakan salat yang kedua ada niatan muqim, maka musholli tidak boleh melakukan jamak, sebab udzurnya dianggap habis dan harus mengakhirkan salat yang kedua pada waktunya

Syarat jamak ta'khir

Niat menjamak ta'khir pada waktu shalat yang pertama. Misalnya, jika waktu shalat zhuhur telah tiba, maka ia berniat akan melaksanakan shalat zhuhur tersebut nanti pada waktu ashar.

Pada saat datangnya waktu shalat yang kedua, ia masih dalam perjalanan. Misalnya, seseorang berniat akan melaksanakan shalat zhuhur pada waktu ashar. Ketika waktu ashar tiba ia masih berada dalam perjalanan. Dalam jamak ta'khir, shalat yang dijamak boleh dikerjakan tidak menurut urutan waktunya. Misalnya shalat zhuhur dan ashar, boleh dikerjakan zhuhur dahulu atau ashar dahulu. Di samping itu antara shalat yang pertama dan yang kedua tidak perlu berturut-turut (muwalat). Jadi boleh diselingi dengan perbuatan lain, misalnya shalat sunat rawatib

Pendapat dari Empat Mazhab Sunni:

Pendapat Mazhab Hanafi
Hanafi meyakini bahwa pelaksanaan men-jama' salat tidaklah memiliki kekuatan hukum, baik dalam perjalanan ataupun tidak, dengan segala macam masalah kecuali dalam dua kasus-Hari Arafah dan pada saat malam Muzdalifah dalam berbagai kondisi tertentu.
Pendapat Mazhab Syafi'i
Syafi'i meyakini diperbolehkannya pelaksanaan men-jama' salat bagi para musafir perjalanan jauh (safar) dan saat hujan serta salju dalam kondisi tertentu. Bagi mereka, pelaksanaan men-jama' salat seharusnya tidak diperbolehkan dalam keadaan gelap, berangin, takut atau sakit.
Pendapat Mazhab Maliki
Maliki menganggap alasan untuk melaksanakan men-jama' salat sebagai berikut: sakit, hujan, berlumpur, keadaan gelap pada akhir bulan purnama dan pada Hari Arafah serta Malam Muzdalifah untuk yang sedang melaksanakan haji dalam kondisi tertentu.
Pendapat Mazhab Hambali
Hambali memperbolehkan pelaksanaan men-jama' salat saat Hari Arafah dan Malam Muzdalifah dan bagi para musafir, pasien-pasien, ibu menyusui, wanita dengan haid berlebihan, orang yang terus-menerus buang air kecil, orang yang tidak dapat membersihkan dirinya sendiri, orang yang tidak dapat membedakan waktu, dan orang yang takut kehilangan barang kepemilikannya, kesehatannya atau reputasinya dan juga dalam kondisi hujan, salju, dingin, berawan dan berlumpur. Mereka juga menyebutkan beberapa kondisi lainnya.

Pendapat Perawi Hadits lainnya
Pendapat Ibnu Syabramah
Ibnu Syabramah memperbolehkan pelaksanaan men-jama' salat karena beberapa alasan dan bahkan tanpa kondisi khusus selama hal tersebut tidak berubah menjadi suatu kebiasaan.
Pendapat Ibnu Mundzir dan Ibnu Sirin
Ibnu Mundzir dan Ibnu Sirin, menurut Qaffal, memperbolehkan pelaksanaan men-jama' salat dalam segala kondisi tanpa syarat apapun.

Dalil yang memperkuat adalah:
Dari Muadz bin Jabal: “Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama’ salat antara Dzuhur dan Asar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan salat dzuhur sampai berhenti untuk salat Asar. Dan pada waktu salat Maghrib sama juga, jika matahari telah tenggelam sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu salat Maghrib sampai berhenti untuk salat ‘Isya, kemudian menjama’ keduanya.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Menurut Pendapat Syi'ah
Mazhab Syi'ah seperti Dua Belas Imam berpendapat bahwa setiap orang walaupun tidak dalam perjalanan jauh, berdiam di rumahnya, tidak berada dalam keadaan sakit, dapat menjama' salat, baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir. Dalil yang memperkuat hal tersebut adalah:
Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. al-Israa' [17]:78)
Dalil-dalil lain yang memperkuat hal ini ada dalam Ringkasan Shahih Muslim, Kitab Salat Musafir, Bab 6: Menjamak Dua Salat ketika Bermukim (Di Rumah, Tidak Bepergian);
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah pernah menjama' salat Dzuhur dan salat Ashar, dan menjama' Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena khauf (sedang berperang) dan bukan karena hujan."
Menurut hadits Waki', dia berkata, "Aku tanyakan kepada Ibnu Abbas, 'Mengapa beliau melakukan hal itu?" Ibnu Abbas menjawab, 'Agar beliau tidak menyulitkan umatnya.'"
Menurut hadits Mu'awiyah, ditanyakan kepada Ibnu Abbas, "Apa maksud Nabi berbuat demikian?" Dia menjawab, "Beliau bermaksud tidak menyulitkan umatnya." (Muslim 2/152)

Sholat Lima Waktu


Shalat lima waktu adalah Sholat fardhu (Sholat wajib) yang dilaksanakan lima kali sehari. Hukum Sholat ini adalah Fardhu 'Ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena sebab tertentu.

Shalat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah menurunkan perintah Sholat ketika peristiwa Isra' Mi'raj.

Shalat lima waktu tersebut adalah:

  1. Subuh, terdiri dari 2 rakaat. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika terbitnya Matahari.
  2. Zuhur, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah tergelincir (condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.
  3. Asar, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Asar berakhir dengan terbenamnya Matahari.
  4. Magrib, terdiri dari 3 rakaat. Waktu Magrib diawali dengan terbenamnya Matahari, dan berakhir dengan masuknya waktu Isya.
  5. Isya, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Isya diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan harinya. Menurut Imam Syi'ah, Sholat Isya boleh dilakukan setelah mengerjakan Sholat Magrib.

Khusus pada hari Jumat, laki-laki muslim wajib melaksanakan Sholat Jumat di masjid secara berjamaah (bersama-sama) sebagai pengganti Sholat Zhuhur. Sholat Jumat tidak wajib dilakukan oleh perempuan, atau bagi mereka yang sedang dalam perjalanan (musafir).

Berdasarkan hadis, dari Abdullah bin Umar ra, Nabi Muhammad bersabda: Waktu Sholat Zuhur jika Matahari telah tergelincir, dan dalam keadaan bayangan dari seseorang sama panjangnya selama belum masuk waktu Asar. Dan waktu Asar hingga Matahari belum berwarna kuning (terbenam). Dan waktu Sholat Magrib selama belum terbenam mega merah. Dan waktu Sholat Isya hingga pertengahan malam bagian separuhnya. Waktu Sholat Subuh dari terbit fajar hingga sebelum terbit Matahari. (Shahih Muslim)

Waktu Sholat
Waktu Sholat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan lainnya bervariasi. Waktu Sholat sangat berkaitan dengan peristiwa peredaran semu Matahari relatif terhadap bumi. Pada dasarnya, untuk menentukan waktu Sholat, diperlukan letak geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian. urutan waktu Sholat (dari pagi sampai malam) yaitu imsak, Subuh, syuruq, Zuhur, Asar, Maghrib dan Isya.

Syuruq
Syuruq adalah terbitnya Matahari. Waktu syuruq menandakan berakhirnya waktu Subuh. Waktu terbit Matahari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu.

Zuhur
Waktu istiwa' (zawaal) terjadi ketika Matahari berada di titik tertinggi. Istiwa' juga dikenal dengan sebutan "tengah hari" (bahasa Inggris: midday/noon). Pada saat istiwa', mengerjakan ibadah Sholat (baik wajib maupun sunah) adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah istiwa', yakni ketika Matahari telah condong ke arah barat. Waktu "tengah hari" dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu.

Secara astronomis, waktu Zuhur dimulai ketika tepi "piringan" Matahari telah keluar dari garis zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak Matahari ketika berada di titik tertinggi (istiwa'). Secara teoretis, antara istiwa' dengan masuknya zhuhur membutuhkan waktu 2,5 menit, dan untuk faktor keamanan, biasanya pada jadwal Sholat, waktu Zuhur adalah 5 menit setelah istiwa'

Asar
Menurut mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali, waktu Asar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara mazhab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Asar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Asar dapat dihitung dengan algoritma tertentu yang menggunakan trigonometri tiga dimensi. Waktu Sholat relatif terhadap peredaran semu Matahari
Waktu Sholat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan lainnya bervariasi. Waktu Sholat sangat berkaitan dengan peristiwa peredaran semu Matahari relatif terhadap bumi. Pada dasarnya, untuk menentukan waktu Sholat, diperlukan letak geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian.

Magrib
Waktu Magrib diawali ketika terbenamnya Matahari. Terbenam Matahari di sini berarti seluruh "piringan" Matahari telah "masuk" di bawah horizon (cakrawala).

Isya dan Subuh
Waktu Isya didefinisikan dengan ketika hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit, hingga terbitnya fajar shaddiq. Sedangkan waktu Subuh diawali ketika terbitnya fajar shaddiq, hingga sesaat sebelum terbitnya Matahari (syuruq).

Perlu diketahui, bahwa sesaat setelah Matahari terbenam, langit kita tidak langsung gelap, karena bumi kita memiliki atmosfer sehingga meskipun Matahari berada di bawah horizon (ufuk barat), masih ada cahaya Matahari yang direfraksikan di langit.

Dari sisi astronomis, cahaya di langit yang terdapat sebelum terbitnya Matahari dan setelah terbenamnya Matahari dinamakan twilight, yang secara harfiah artinya "cahaya di antara dua", yakni antara siang dan malam. Dalam bahasa Arab, "twilight" disebut syafaq. Secara astronomis, terdapat tiga definisi twilight:

  • Twilight Sipil, yakni ketika Matahari berada 6° di bawah horizon
  • Twilight Nautikal, yakni ketika Matahari berada 12° di bawah horizon
  • Twilight Astronomis, yakni ketika Matahari berada 18° di bawah horizon

Astronom menganggap "Twilight Astronomis Petang" menandakan dimulainya malam hari; namun definisi ini adalah untuk keperluan praktis saja.

Secara astronomis, waktu Subuh merupakan kebalikan dari waktu Isya. Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya yang menjulang tinggi (vertikal) di ufuk timur; Ini dinamakan "fajar kadzib". Cahaya tersebut kemudian menyebar di cakrawala (secara horizontal), dan ini dinamakan "fajar shaddiq".

Bagi penentuan jadwal waktu Sholat (yakni munculnya "fajar shaddiq" dan hilangnya syafaq di petang hari), terdapat variasi penentuan sudut "twilight" oleh berbagai organisasi. Banyak di antara umat Islam menggunakan Twilight Astronomis (yakni ketika Matahari berada 18° di bawah horizon) sebagai waktu fajar shaddiq. Sebagian yang lain menetapkan kriteria fajar shaddiq atau syafaq terjadi ketika Matahari berada 17°, 19°, 20°, dan bahkan 21°. Sebagian yang lain bahkan menggunakan kriteria penambahan 90 menit, 75 menit, atau 60 menit.

Sebuah penelitian dan observasi di berbagai tempat di dunia menunjukkan bahwa penentuan sudut twilight tertentu ternyata tidak valid (tidak bisa berlaku) untuk seluruh tempat di bumi ini terhadap peristiwa fajar shaddiq dan hilangnya syafaq [1]. Peristiwa tersebut merupakan fungsi dari letak lintang dan musim yang bervariasi di tempat satu dan lainnya.

Imsak
Ketika menjalankan ibadah puasa, waktu Subuh menandakan dimulainya ibadah puasa. Untuk faktor "keamanan", ditetapkan waktu Imsak, yang umumnya 5-10 menit menjelang waktu Subuh.

Sholat Fardhu


Shalat (Bahasa Arab: صلاة; transliterasi: Shalat), merujuk kepada ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantah perintah Allah. Rasulullah SAW bersabda, Salatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya

Secara bahasa/etimologi shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, doa. Sedangkan, menurut istilah, salat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad SAW telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan salat, diantaranya ia bersabda: "Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkan salat, maka berarti dia telah kafir."[2]

Orang yang meninggalkan shalat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang laknat, berdasarkan hadis berikut ini: "Barangsiapa yang menjaga salat maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf."[3]

Hukum shalat fardhu dapat dikategorisasikan sebagai berikut :

Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat Fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
  1. Fardu Ain : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima waktu, dan salat jumat(Fardhu 'Ain untuk pria).
  2. Fardu Kifayah : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti salat jenazah.


Shalat yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah Salat Malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dengan turunnya ayat ini, hukum Salat Malam menjadi sunah. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban Salat Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.

13 Rukun Salat :
  1. Niat
  2. Berdiri (bagi yang mampu)
  3. Takbiratul ihram
  4. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
  5. Rukuk dengan tuma'ninah
  6. Iktidal dengan tuma'ninah
  7. Sujud dua kali dengan tuma'ninah
  8. Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah
  9. Duduk tasyahud akhir
  10. Membaca tasyahud akhir
  11. Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir
  12. Membaca salam yang pertama
  13. Tertib (melakukan rukun secara berurutan)


Salat tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama(berjamaah). Pada salat berjamaah seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai Imam Salat, dan yang lain akan berlaku sebagai Makmum.

Salat yang dapat dilakukan secara berjamaah antara lain :
  1. Salat Fardu
  2. Salat Tarawih

Salat yang mesti dilakukan berjamaah antara lain:
  1. Salat Jumat
  2. Salat Hari Raya (Ied)
  3. Salat Istisqa'


Dzikrulloh


Ketika seseorang memiliki keinginan untuk belajar dzikir, maka orang tersebut telah diberi ilham dan nikmat yang paling besar oleh Allah SWT. Terlebih lagi dengan terus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sholat hukumnya wajib begitu pula dzikir. Allah berfirman : Dirikanlah shalat untuk berdzikir (mengingat) kepadaKu. Jelas sekali bahwa Allah memerintahkan shalat supaya kita berdzikir (mengingat) kepada-Nya. Jika shalat tidak menghasilkan dzikir kepada-Nya maka shalat tersebut tidak bisa memenuhi perintah Allah di atas.

Didalam shalat itu harus ada tiga hal yang sangat penting :Rukun Qolbiyah Yaitu hadirnya hati (qalbu) untuk selalu berdzikir (ingat) kepada Allah SWT. Wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. adalah shalat hati yang merupakan shalat pertama kali yang diperintahkan oleh Allah SWT. Setelah kurang lebih 12 tahun barulah Allah memanggil Rasulullah (Isra Mi'raj) untuk mendapatkan perintah shalat lima waktu yang kemudian diikuti oleh perintah puasa, zakat dan haji.Rukun Fi'liyah Yaitu berupa gerakan-gerakan yang harus yang harus ada dalam shalat seperti : berdiri, ruku', i'tidal, sujud dan lain-lain.Rukun Qouliyah. Yaitu berupa bacaan-bacaan yang harus diucapkan didalam setiap gerakan shalat.

Ketiga hal tersebut di atas disebut rukun, karena ketiganya tidak boleh tidak harus ada dalam shalat. Shalat yang baik dan benar adalah shalat yang dilaksanakan dengan hati yang selalu mengingat Allah (berdzikir), dengan gerakan-gerakan dan ucapan yang benar. Syeikh Abdul Qodir dalam kitabnya Sirrul Asror pasal 14 tentang shalat syari'at dan shalat tarekat mengatakan bahwa dalam shalat itu harus disatukan antara jasad, nyawa, dan rasa. Jangan sampai jasadnya shalat tetapi hatinya ingat ke pekerjaan, anak dan istri, harta dan lain-lain. Melalui tarekatlah ketiga hal diatas dapat disatukan untuk bersama-sama menghadap Allah SWT.


Dzikir berasal dari kata dzakara yang bisa bermakna:menyebut-nyebut (dengan mulut); atau mengingat, mengenang, merasakan, menghayati (dengan qalbu).
Dzikir Jahri (nyata) dan Dzikir Sirri (rahasia)
Dan rahasiakanlah (sirri) perkataanmu atau nyatakanlah (jahri); sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada”(QS. 67:13)
Dzikir Jahri dilakukan mulut dengan menyebut-nyebut bacaan (lafazh):
IstighfarTasbihTahmidTahlilTakbirdan lain-lain ayat al-Qur’an atau wirid
Karenanya Dzikir Jahri nyata terdengar suaranya dan nyata terlihat getar bibir mengucapkannya. Bila dilakukan berjamaah suara Dzikir Jahri kadang menggemuruh menimbulkan rasa mencengkam dan rendah di hadapan Allah.
Sesungguhnya bergemuruhnya suara orang berdzikir saat usai shalat fardhu betul-betul terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Aku dapat mengetahui orang sudah usai shalat (berjamaah di masjid Nabi) ketika kudengar suara dzikir itu.(H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad).
Dzikir Sirri tidak menggunakan mulut, melainkan dzawq (perasaan) dan syu`ûr (kesadaran) yang ada di dalam qalbu. Karenanya dzikir ini menjadi tersamar (khafiy) dan hanya pelaku serta Allah s.w.t. saja yang dapat mengetahuinya.
Dalam Dzikir Sirri orang mengingat Allah, merasakan kehadiran Allah, menyadari keberadaan Allah. Di dalam qalbunya tumbuh rasa cinta, rasa rindu kepada Allah, rasa dekat, bersahabat, seakan melihat Allah. Itulah ihsân, dimana dalam ibadahmu kamu merasa melihat Allah, atau setidaknya merasa sedang dilihat oleh Allah s.w.t. Inilah dzikir yang hakiki, sebab hubungan manusia dengan Allah swt tidak terjadi dengan tubuh jasmaninya melainkan dengan qalbunya.
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berhubungan dengan manusia melalui qalbunya”.(QS. 8:24)
Saat melakukan dzikir sirri orang mengaktifkan qalbunya mengingat Allah sehingga dirinya on-line (tersambung, wushûl) dengan Allah. Saat itulah terjadi penyerapan nûr ilâhi (divine light) kedalam qalbu sehingga terjadi proses pencerahan (enlightenment).
Nur ilahi yang menembus qalbu akan terpantulkan ke otak yang menjadi pusat kendali tubuh manusia. Mekanisme biokimia dan bioelektrik pada sel-sel otak akan dikendalikan oleh nur ilahi sehingga menimbulkan gelombang-gelombang alpha yang menenteramkan saraf, membangkitkan kreatifitas sekaligus rasa cinta ke sekujur tubuh; menepis rasa takut dan cemas; mengganti kekecewaan dengan harapan, kemarahan dengan kedamaian, malas dengan semangat.
Tersingkaplah tirai kebodohan (kasysyâf), terbukalah wawasan baru, hadir di hadapan taman kehidupan taqwa yang penuh pelangi mahabbah diharumi semerbak ridha ilahi.
Nûr ilâhi mengandung:
  • Enerji Maghfirah, yang membakar hangus dosa-dosa di qalbu, menepis sesal, menjungkal kecewa dan malas.
  • Enerji Himmah, kemauan kuat yang mendorong orang bekerja keras (work hard) penuh semangat.
  • Enerji Hidâyah, petunjuk dan inspirasi kreatif yang mendorong orang bekerja dengan cerdas (work smart).
  • Enerji Rahmah, enerji cinta yang mendorong orang bekerja bersama dengan dengan tulus ikhlas (work heart) tanpa pamrih, terbebas dari nista moral.
  • Enerji Barâkah, semangat kemulian dan harga diri, kemantapan pribadi yang tangguh mengendalikan hawa nafsu dan godaan iblis.
Maka jangan puas hanya dengan dzikir mulut, tembuskan dzikir kedalam qalbu, getarkan qalbu dengan rasa rindu kepada Allah, getaran yang juga menggoncang sel-sel kelenjar hormon untuk aktif menjaga keseimbangan hormon di dalam tubuh. Hormon adalah pengendali metabolisme tubuh. Dengan dzikir sirri metabolisme akan berjalan lancar alamiah menimbulkan kehangatan dan daya tahan tubuh (immune) terhadap berbagai penyakit.
Hidupkan Qalbu dengan Dzikir Sirri

Ada banyak lafazh dzikir seperti: subhânallâh, alhamdulillâh, allâhuakbar dan lain-lain. Namun menurut Rasulullah s.a.w.:
Dzikir yang paling utama adalah: Lâ-ilâha-illa-llâh(HR. Ahmad)
Dzikir ini diawali dengan penafian (lâ-ilâha):- tiada tuhan- tiada yang didamba- tiada yang diharap- tiada yang dicintai- tiada yang sembah- tiada yang dipuja- tiada yang dimuliakan- tiada yang dijadikan tempat bergantung- tiada yang disegala-galakan…
lalu disambung dengan peneguhan (illa-llâh):- kecuali Allah- hanya Dia
Dengan penafiannya dzikir ini membersihkan manusia dari segala bentuk ‘ketuhanan’ palsu, dengan peneguhannya dzikir ini memantapkan iman di dalam qalbu. Iman yang fluktuatif, selalu naik dan turun, perlu selalu diperbarui sebagaimana kata Rasulullah saw:
Rasulullah s.a.w: “Perbaharuilah selalu imanmu”.Dikatakan: “Bagaimana kami memperbaharui iman kami?”Rasul: “Dengan memperbanyak ucapan Lâ-ilâha-illallâh”(HR. Ahmad)
Bagaimana cara menghidupkan qalbu? Bagaimana cara menghunjamkan dzikir jahri dari mulut agar tembus menjadi dzikir sirri di dalam qalbu?
“…maka bertanyalah kepada ahli dzikir (bukan ahli fikir! – pen.) jika kamu tidak mengetahui.”(QS. 16:43)
Ada banyak metode (thariqah) yang digunakan para ahli dzikir, diantaranya metodeQadiriyah Naqsyabandiyah Suryalaya:
  1. Gunakan Dzikir Utama berulang-ulang
  2. Lewatkan titik-titik lathifah (sensor) untuk menghunjam masuk ke dalam qalbu
  3. Sertakan hentakan/tekanan (dharban) yang kuat
  4. Rasakan jangan fikirkan
Titik Sensor (Lathifah)
Dzikir Jahri yang diucapkan dengan mulut harus ditembuskan ke pusat ruh yaitu Qalbu, kalau tidak ia hanya akan menjadi gelombang-gelombang suara yang lepas mengembara di angkasa tanpa menembus alam lâhût dan `arasy Allah. Untuk menembuskannya, saat mulut melafazhkan kalimat Lâ-ilâha-illa-llâh kita jalarkan kalimat tersebut pada titik-titik lathifah/sensor:
1. Lathifah Qalbi
2. Lathifah Ruhi
3. Lathifah Sirri
4. Lathifah Khafa
5. Lathifah Akhfa
6. Lathifah Nafs
7. Lathifah Qalab
Pengucapan kalimat Lâ-ilâha-illa-llâh dilakukan dengan suara tegas, dirasakan / dijalarkan dari bawah pusar keatas hingga ubun-ubun, lalu ke sebelah kanan dari titik 2 jari di atas puting susu ke arah titik 2 jari dibawah putting susu, lalu ke sebelah kiri dari titik 2 jari di atas putting susu dihunjamkan ke titik 2 jari di bawah putting susu kiri. Penjalaran dzikir ini diarahkan dengan gerakan kepala ke atas, lalu ke kanan dan ke kiri.
Semua itu dilakukan dengan tekanan/ hentakan yang kuat (dharban) kedalam tubuh hingga terasakan kedalam ruh/jiwa orang yang melakukannya. Lakukan itu berulang-ulang, sebanyak-banyaknya, sehingga terbentuk apa yang disebut the magical power of repetition.
“…dzikirkan olehmu Allah sebanyak-banyaknya.”(QS. 33:41)
Dalam melakukannya jangan gunakan fikiran, tapi gunakan rasa, karena berdzikir memang bukan berfikir. Allah swt tegas membedakan dzikir dengan fikir di dalam QS. Ali Imran 3:191. Sekali lagi: rasakan, jangan fikirkan!
Manakala dzawq (rasa) di dalam qalbu telah dapat merasakan iman tawhid maka Dzikir Jahri boleh dihentikan dan diganti dengan Dzikir Sirri.
Kadang orang masih penasaran bertanya, sebanyak-banyaknya itu berapa kali? Para ulama dzikir menyatakan sekurang-kurangnya 5 x 33 alias 165 kali. Orang sudah biasa berdzikir 33 kali, lakukanlah Dzikir Jahri ini 5 kali lipatnya sehingga menjadi 165.
Apakah harus tepat sejumlah itu? Tidak harus! The more the better (makin banyak, ya makin baik). Ibarat orang mengaduk adonan kue/roti, adukan itu harus mencukupi hingga adonan mengembang, lalu dibakar di oven. Kalau adukan kurang memadai dan adonan belum mengembang lalu langsung dibakar dengan oven apa jadinya? Bantat. Begitu pula dzikir. Kalau Dzikir Jahri kurang kuat tekanannya, atau kurang banyak pengulangannya, maka ia belum sampai menembus dan menggetarkan qalbu. Kalau langsung dihentikan maka Dzikir Sirri belum terbentuk di qalbu, akibatnya qalbu belum terhubung ke Allah SWT, nikmat dan manfaat dzikir pun tidak tercapai.
Muncul pula pertanyaan mengapa pengarahan jalaran dzikir itu menggunakan gerakan kepala ke atas, ke kanan, lalu ke kiri? Ulama dzikir dalam istinbatnya menarik hikmah dari ayat:
Iblis: “Lalu akan aku datangi manusia dari hadapan mereka, dan dari belakang mereka, dan dari kanan mereka, dan dari kiri mereka…” (QS. 7:17)
Gerakan dzikir ke atas maksudnya untuk menepiskan iblis yang menyerang dari depan dan belakang, gerakan dzikir ke kanan dan ke kiri untuk menepiskan iblis yang ada di kanan dan kiri.
Tawajjuh (menghadapkan diri kepada Allah SWT) terjadi dalam Dzikir Sirri. Dzikir Sirri dilakukan denganmenundukkan kepala dalam-dalam, arahkan ke titik lathifah qalbi di bawah puting susu kiri, memejamkan mata, mengatupkan bibir (kalau perlu lidah pun dilipat ke langit-langit atas agar tak ikut bergetar), lalu rasakan asma Allah menelusup masuk ke qalbu.
Apabila sebelumnya telah melakukan Dzikir Jahri dengan tepat maka pada saat Dzikir Sirri di qalbu akan ada rasa:
  • Rasa terbakar, kehangatan yang menjalar dari api cinta dan rindu kepada Allah SWT.
  • Rasa tenggelam, terhanyut dalam lautan rahmat Allah SWT, terengkuh dalam pelukan qudrat-Nya dan tertimang dalam buaian iradat-Nya.
  • Rasa terguncang, terguncangnya jiwa dan raga oleh getaran qalbu yang berdzikir mengingat Allah (QS. Al-Anfal 8:2).
  • Puncaknya adalah air mata kebahagiaan yang mengalir dari taman taqwa di dalam qalbu.
Burung terbang dengan dua sayap…Ruh melayang dengan dua dzikir: jahri dan sirri
 Talqîn DzikirSebagai persiapan untuk dapat berdzikir dengan baik, qalbu dan lathifah-lathifah yang menjadi sensornya harus mengalami tune up atau initiation lebih dulu. Semua perangkat itu harus menjalani proses aktifasi lebih dulu. Itulah yang disebut dengan talqin dzikir.
  • Berasal dari kata laqqana (membelajarkan), maka talqiynâ (pembelajaran).Talqin Dzikir = Pembelajaran Dzikir:
  1. Proses ruhaniyah
  2. Menanamkan bibit dzikir ke dalam qalbu murid
  3. Menghubungkan qalbu murid dengan qalbu mursyid agar masuk dalam pantauannya.
  • Dilakukan oleh wali mursyid (wali pembimbing) yang:
  1. Taqwa
  2. Qalbunya dawâm (ajeg) dalam dzikrullah,
  3. Kuat dalam tawhid,
  4. Tercahayai oleh nur ilahi.
  • Talqin Dzikir dapat mursyid lakukan melalui wakil talqin.
Cermin yang jernih tak perlu sapuan lap, 
Qalbu yang jernih tak peduli ucapan lafazh…
Kalau dzikir hanya sebatas mulut,Bukankah burung beo peniru nomor satu?Alla…hu, Huwa…, Hu…

Oleh: K.H Wahfiudin S. dan K.H. Muhammad Ghous Saefulloh Almaslul